
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat secara resmi bahwa bencana banjir dan longsor di Pulau Sumatera menewaskan 604 orang. Jumlah ini diperoleh hingga laporan terakhir, Senin (1/12/2025) pukul 18.24 WIB.
Selain itu, 464 orang masih dinyatakan hilang.
BNPB juga mendata bahwa sekitar 2.600 orang luka-luka, sementara dampak luas menyentuh 1,5 juta jiwa. Sekitar 570.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Data ini menggambarkan bencana sebagai krisis kemanusiaan besar dengan korban jiwa, korban hilang, kerusakan fisik, dan pengungsian massal.
Provinsi Paling Parah Terdampak
Distribusi korban menunjukkan bahwa tiga provinsi menanggung beban terbesar:
-
Di Sumatera Utara (Sumut), tercatat 283 orang tewas, dengan 169 hilang dan sekitar 613 orang luka.
-
Di Sumatera Barat (Sumbar), korban jiwa mencapai 165 orang, korban hilang 114 orang, dan luka-luka mencapai 112 orang.
-
Di Aceh, tercatat 156 orang tewas, 181 hilang, dan luka-luka mencapai 1.800 orang.
Kerusakan fisik juga masif. BNPB melaporkan setidaknya 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rusak sedang, dan lebih dari 20.500 rumah rusak ringan. Infrastruktur umum juga terkena dampak — termasuk 271 jembatan rusak dan 282 fasilitas pendidikan hancur atau rusak berat.
Dampak Sosial: Pengungsi, Kehilangan, Trauma
Bencana ini mengguncang kehidupan jutaan orang. Ratusan ribu keluarga kehilangan tempat tinggal, dan banyak yang terpaksa mengungsi secara mendadak. 570.000 pengungsi mewarnai wajah duka dan ketidakpastian.
Jalan, jembatan, dan sarana komunikasi rusak. Banyak daerah terisolasi, sehingga distribusi bantuan serta evakuasi korban berjalan lambat. Situasi darurat ini semakin rumit oleh kondisi cuaca dan medan berat di wilayah terdampak.
Kerusakan fasilitas pendidikan dan tempat tinggal mempengaruhi anak-anak serta kinerja sekolah di masa mendatang. Dampak trauma — fisik dan psikis — bisa bertahan lama bagi warga yang kehilangan sanak saudara, rumah, atau tempat bersekolah.
Upaya Penyelamatan dan Tanggapan Pemerintah
Pemerintah dan tim tanggap darurat bergerak cepat di lapangan. Tim penyelamatan terus bekerja, meskipun cuaca dan akses menyulitkan. Upaya penyelamatan korban hilang dan distribusi bantuan dilakukan semaksimal mungkin.
Pemerintah pusat dan provinsi — bersama lembaga kemanusiaan — mulai memprioritaskan rekonstruksi infrastruktur rusak: rumah, jembatan, dan fasilitas publik seperti sekolah. Mereka juga mengupayakan rehabilitasi sosial bagi pengungsi dan korban trauma.
Masyarakat umum terus diajak menjaga solidaritas: membantu korban lewat sumbangan logistik, membuka pos pengungsian, atau menjadi relawan. Karena dalam situasi kritis seperti ini, kebersamaan menjadi kunci — untuk selamat, bangkit, dan membangun kembali.
Refleksi: Ancaman Bencana dan Pentingnya Mitigasi
Bencana kali ini menunjukkan sekali lagi: alam bisa berubah besar dalam sekejap. Hujan lebat, tanah longsor, banjir bandang — kombinasi ini menelan ratusan nyawa dan menghancurkan kehidupan.
Penting bagi pemerintah dan masyarakat membenahi sistem tanggap bencana, infrastruktur tahan bencana, serta kesiapsiagaan komunitas lokal. Pendidikan mitigasi bencana dan pembangunan pola hunian aman harus jadi prioritas.
